SYK-Referensi 05b

Nama Kursus : SIAPAKAH YESUS KRISTUS?
Nama Pelajaran : Yesus Memiliki Semua Kuasa dan Penakluk Kematian
Kode Referensi : SYK-R05b

Referensi SYK-05b diambil dari:

Judul Buku : Memahami Perjanjian Baru
Pengarang : John Drane
Penerbit : BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2001
Halaman : 111 - 121

REFERENSI PELAJARAN 05b - YESUS MEMILIKI SEMUA KUASA DAN PENAKLUK KEMATIAN

KEBANGKITAN YESUS

Semua penulis Perjanjian Baru sependapat bahwa Yesus dibangkitkan pada hari ketiga setelah kematian-Nya. Reaksi kita terhadap pernyataan ini sebagian besar tentu tergantung pada keyakinan dasar kita tentang hal-hal yang supernatural. Kalau kita tidak percaya bahwa seorang yang sudah mati itu dapat dipulihkan kembali, kita harus mencari penjelasan lain tentang apa yang orang-orang Kristen pertama yakini sebagai kebangkitan Yesus. Kalau kita bersedia menerima kemungkinan terjadinya peristiwa-peristiwa supernatural, kita akan merasa ada manfaatnya untuk memeriksa secara kritis beberapa pernyataan Perjanjian Baru.

Dalam buku ini pernyataan dalam naskah-naskah Perjanjian Baru diterima sebagaimana adanya dan hal-hal supernatural diyakini bisa saja terjadi. Hal ini tentu tidak berarti bahwa segala sesuatu yang dinyatakan mengenai Yesus dapat diterima begitu saja berdasarkan keyakinan-keyakinan dasar tadi. Sebaliknya itu berarti bahwa bahan bukti yang ada dapat diperiksa tanpa rasa takut bahwa kita akan merasa malu dengan hasil-hasil penelitian kita - apa pun bentuk hasil-hasil tersebut.

Hal yang paling mencolok mengenai kebangkitan ialah orang-orang Kristen pertama yakin sepenuhnya akan peristiwa kebangkitan serta rangkaian peristiwa-peristiwanya. Menurut keyakinan mereka, kebangkitan merupakan suatu kejadian yang nyata dan historis, yang telah terjadi di dalam dunia mereka sendiri dan yang telah memberi dampak yang luar biasa terhadap hidup mereka. Kita telah melihat bahwa tidak mudah menentukan seberapa luas tersebar kepercayaan akan kelahiran Yesus dari seorang perawan. Kita tidak tahu, umpamanya, seberapa jauh pengetahuan Paulus mengenai hal tersebut. Tetapi kita tahu, Paulus dan siapa pun juga tidak pernah menyatakan bahwa kepercayaan akan kelahiran dari seorang perawan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan orang Kristen.

Tetapi kebangkitan merupakan hal yang lain sama sekali. Paulus berbicara untuk seluruh jemaat mula-mula ketika ia menyatakan bahwa jika realitas kebangkitan Yesus itu disangkal, maka iman Kristen akan menjadi hampa tanpa makna: "Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam doiamu" (1Kor. 15:17). Oleh karena keyakinannya itu, dalam nats yang sama Paulus selanjutnya menyebutkan saksi-saksi yang dapat memberi kesaksian tentang kebangkitan Kristus. Jelas ia menganggap peristiwa kebangkitan sebagai sesuatu yang dapat dibuktikan oleh saksi-saksi - suatu peristiwa umum secara lahiriah dan bukan suatu pengalaman religius secara pribadi. Namun sangat menyolok bahwa Perjanjian Baru sama sekali tidak menyebut adanya saksi-saksi atas peristiwa kebangkitan- Nya sendiri, tetapi hanya memberitakan hasil-hasil peristiwa itu, yakni penampakan-penampakan Yesus yang bangkit, serta kenyataan kubur yang kosong.

BUKTI-BUKTI KEBANGKITAN

  1. Kepercayaan jemaat mula-mula
  2. Bukti paling tua yang kita miliki tentang kebangkitan berasal dari saat-saat segera setelah peristiwa kebangkitan tersebut terjadi. Demikianlah keterangan yang terdapat dalam khotbah-khotbah di Kisah Para Rasul. Tentu Kisah Para Rasul disusun dalam bentuknya yang kita kenal sekarang, sekurang-kurangnya tiga puluh tahun setelah kematian Yesus dan mungkin malahan lima puluh tahun sesudahnya. Tetapi tidak diragukan bahwa dalam pasal-pasal pertama, penulis Kisah Para Rasul memakai bahan-bahan dari sumber-sumber yang sangat tua.

    Para ahli telah menemukan bahwa bahasa yang dipakai mengenai Yesus dalam khotbah-khotbah Kisah Para Rasul ini sangat berbeda dengan bahasa yang dipakai ketika kitab itu disusun dalam bentuknya yang terakhir. Khotbah-khotbah tersebut juga sangat berbeda dengan surat- surat Paulus, yang pasti ditulis jauh sebelum Kisah Para Rasul. Jadi kita dapat yakin bahwa khotbah-khotbah tersebut berasal dari sumber-sumber yang sangat tua.

    Khotbah-khotbah tersebut mencerminkan kekristenan yang masih bersifat Yahudi dengan seperangkat kepercayaan tentang Yesus yang diungkapkan secara sederhana. Di dalamnya terdapat suatu gambaran yang pada umumnya cukup teliti mengenai apa yang benar-benar terjadi pada masa permulaan jemaat. Menurut gambaran ini, inti berita jemaat mula-mula adalah cerita mengenai Yesus sendiri, yakni kedatangan-Nya untuk memenuhi janji-janji Allah, kematian-Nya di kayu salib, dan kebangkitan-Nya. Pemberitaan orang-orang Kristen pertama itu begitu konsisten sehingga Profesor C. H. Dodd berhasil menemukan suatu pola yang teratur dalam pernyataan-pernyataan mengenai Yesus sejak awal sekali. Ia menyebut pola pernyataan-pernyataan ini kerugma, sebuah kata Yunani yang berarti "pemberitaan". Setiap kisah asli mengenai pemberitaan Kristen mengandung pernyataan-pernyataan seperti berikut:

    1. Yesus telah menggenapi janji-janji Perjanjian Lama;
    2. Allah berkarya dalam kehidupan, kematian dan kebangkitan-Nya;
    3. Yesus sekarang telah diangkat ke surga;
    4. Roh Kudus telah diberikan kepada jemaat;
    5. Yesus segera akan kembali dalam kemuliaan; dan
    6. orang yang meiEdengar berita tersebut harus memberi respons terhadap panggilannya.

    Kalau kita menghilangkan kebangkitan dari kerugma, isi pemberitaan lainnya tidak bermakna lagi. Seluruh keberadaan jemaat mula-mula didasarkan atas keyakinan bahwa Yesus sudah hidup kembali.

    Dari surat-surat Paulus dan Kisah Para Rasul kelihatan syarat bagi seorang rasul ialah bahwa ia telah melihat Yesus yang bangkit itu. Hal ini dijadikan syarat secara eksplisit ketika para rasul berkumpul guna memilih seorang pengganti Yudas Iskariot (Kis. 1:21-22) Paulus juga menyatakan bahwa penglihatannya sendiri di jalan menuju Damsyik - ketika ia melihat Yesus - memberi kepadanya status yang sama seperti para rasul yang lebih dulu (Gal. 1:11-17).

  3. Keterangan Paulus
  4. Bahan bukti utama yang kedua tentang kebangkitan Yesus diberikan oleh Paulus sendiri. Pentingnya keterangan dalam Kisah Para Rasul dapat diperdebatkan namun tidak demikian halnya dengan keterangan yang disampaikan Paulus (1 Kor. 15) Ia pasti menulis suratnya itu tidak lebih dari dua puluh lima tahun setelah Yesus disalibkan. Pernyataan- pernyataannya jelas merupakan keterangan paling tua tentang kepercayaan akan kebangkitan Yesus. Kalau kita membaca 1 Korintus 15 dan melihat konteksnya, kita menemukan bahwa tujuan utama Paulus bukanlah untuk memberikan argumen yang beralasan agar orang dapat percaya mengenai kebangkitan Yesus. Sebenarnya ia berusaha membantu pembaca-pembacanya untuk mengatasi masalah-masalah tertentu yang timbul dalam jemaat setempat. Informasi yang diberikannya tentang kebangkitan Yesus dari antara orang mati seakan-akan disampaikan secara kebetulan. Hal ini lebih mengesankan lagi karena ia mengingatkan orang-orang Korintus bahwa apa yang disampaikannya sudah lama diketahui mereka. Walaupun hanya dengan beberapa kalimat saja, ia memperlihatkan bahwa pada waktu yang sangat awal orang-orang Kristen - termasuk yang berada di Yunani - sudah mengenal dengan baik seluruh kisah tentang kematian dan kebangkitan Yesus.

    Dalam cerita itu Paulus menyebut sebuah peristiwa ketika Yesus yang bangkit dilihat oleh lebih dari lima ratus orang murid sekaligus, dan kebanyakan dari mereka masih hidup ketika ia menulis suratnya dan mereka dapat membenarkan apa yang dikatakannya (1Kor. 15:6). Selain itu, ia juga menyebut tentang penampakan kepada Yakobus, saudara Yesus. Menurut Paulus pertobatannya sendiri merupakan akibat perjumpaannya dengan Tuhan yang bangkit (1Kor. 15:7-8). Kitab-kitab Injil sendiri tidak memberitakan penampakan-penampakan Yesus tersebut. Padahal kitab-kitab itu mungkin sekali ditulis setelah surat Paulus kepada jemaat Korintus. Fakta kebangkitan Yesus rupanya dipercaya begitu luas, sehingga para penulis kitab-kitab Injil tidak merasa perlu mengumpulkan seluruh bahan bukti untuk itu. Sama seperti cerita- cerita lainnya, mereka hanya memilih sebagian kecil bahan yang tersedia bagi mereka.

  5. Tradisi kitab-kitab Injil
  6. Kalau kita berbicara tentang kebangkitan, tentunya kita mula-mula memperhatikan kisah-kisah yang terdapat pada bagian akhir keempat kitab Injil. Ada sifat-sifat khas mengenai kisah-kisah itu.

    Semua kisah itu menekankan dua fakta utama:

    1. kuburan Yesus ditemukan dalam keadaan kosong; dan
    2. Yesus yang bangkit dilihat oleh orang-orang yang berlainan pada waktu yang berbeda pula.

    Kedua bahan bukti itu penting. Fakta kubur yang kosong saja tidak membuktikan apa-apa kecuali bahwa mayat Yesus tidak ada di situ. Dan tanpa kubur yang kosong, penglihatan-penglihatan itu tidak membuktikan sesuatu yang objektif, walaupun dapat memberi keterangan mengenai keadaan jiwa para murid. Tetapi gabungan kedua fakta tersebut, kalau kedua-duanya memang benar, merupakan bahan bukti kuat yang mendukung pernyataan bahwa Yesus hidup.

    Kalau kita membaca seluruh kitab-kitab Injil, ternyata kisah-kisah tentang kebangkitan Yesus diceritakan dengan sangat sederhana dibandingkan dengan banyak cerita lain mengenai Dia. Tidak ada simbolisme yang memerlukan pengetahuan khusus untuk dapat mengertinya. Tidak ada kutipan dari Perjanjian Lama. Juga tidak ada usaha untuk mengutarakan makna teologis peristiwa-peristiwa yang dikisahkan itu. Dibandingkan dengan kisah-kisah tentang pembaptisan Yesus, misalnya, kisah-kisah tentang kebangkitan-Nya sangat berbeda.

  7. Para murid
  8. Bahan bukti keempat yang mendukung terjadinya peristiwa kebangkitan adalah fakta yang tidak dapat dipungkiri mengenai keadaan para murid setelah kematian Yesus. Setelah guru mereka disalibkan mestinya mereka merasa tertekan dan tanpa harapan. Namun, ternyata dalam jangka waktu tujuh minggu mereka diubah menjadi saksi-saksi yang berani dan kelompok sebuah jemaat yang terus-menerus bertumbuh. Pokok utama kesaksian mereka adalah bahwa Yesus hidup dan tetap berkarya. Mereka tidak ragu-ragu menyatakan bahwa perubahan dalam hidup mereka terjadi sebagai akibat kebangkitan-Nya. Jelaslah, mereka yakin bahwa kebangkitan itu benar-benar telah terjadi. Sebab kebangkitan tersebut bukan hanya sesuatu yang mereka bicarakan. Mereka bahkan rela mati untuk itu. Orang tidak bersedia mati untuk sesuatu kecuali kalau mereka yakin sepenuhnya tentang kebenarannya.

FAKTA DAN IMAN

Jadi demikianlah diskusi tentang bukti untuk kebangkitan Yesus. Bagaimana kita mesti menanggapinya? Untuk memahami pentingnya peristiwa itu, kita harus mengingat tiga hal.

Pertama, tidak ada bukti bahwa Yesus yang bangkit menampakkan diri kepada orang lain kecuali kepada pengikut-pengikut-Nya sendiri, walaupun mungkin saja Ia berbuat demikian. Para penulis Injil menulis untuk kalangan pembaca tertentu. Masing-masing mereka menulis untuk para pembaca yang adalah orang Kristen. Yang pertama-tama mereka perhatikan ialah apa yang terjadi bila orang-orang Kristen bertemu dengan Tuhan yang sudah bangkit itu.

Kedua, keterangan tentang seseorang yang masuk dan keluar dari sebuah ruangan dengan pintu terkunci, jelas bukanlah sesuatu yang biasanya dipelajari oleh ahli-ahli sejarah. Kebenaran peristiwa seperti itu tidak dapat ditentukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang lazim mengenai bahan bukti.

Ketiga, Maria Magdalena, dua orang murid di jalan ke Emaus dan murid- murid di perahu di Danau Galilea tidak mengenali Yesus yang bangkit, walaupun sudah lama mengenal-Nya, bahkan masih melihat-Nya hanya beberapa hari sebelumnya. Kenyataan itu memberi kesan bahwa penampilan fisik-Nya telah berubah sehingga membingungkan bagi saksi mata dalam memberikan keterangan.

Jadi apa yang merupakan basil penelitian kita terhadap bahan bukti tentang kebangkitan? Yang pasti jemaat mula-mula percaya Yesus telah hidup kembali. Para murid dan Pengikut-pengikut mereka tahu bahwa telah terjadi sesuatu yang mengubah kehidupan mereka setelah penyaliban guru mereka. Mereka menjelaskan perubahan itu disebabkan oleh kebangkitan-Nya. Tiap pembaca Perjanjian Baru harus menerima hal itu, karena fakta perubahan dalam kehidupan para murid telah terbukti dan tidak bisa diragukan lagi. Tetapi berbicara tentang "iman kebangkitan" tidak sama dengan berbicara tentang "fakta kebangkitan". Hubungan antara fakta-fakta dan iman dibahas secara lebih terinci di bawah (pasal 12). Di sini kita hanya dapat catat bahwa pasti ada sesuatu yang dapat kita sebut sebagai "fakta kebangkitan" yang menyulut iman kebangkitan" para murid. Tetapi apa fakta itu? Ada beberapa kemungkinan yang dapat diberikan.

  1. Pengalaman Subjektif
  2. Apakah "fakta kebangkitan" merupakan pengalaman subjektif? Salah satu reaksi yang wajar terhadap cerita-cerita tentang kebangkitan adalah menganggap apa yang disebut "penampakan-penampakan kebangkitan" sebagai pengalaman yang subyektif belaka. Orang-orang saleh dapat menyebutnya penglihatan, sedangkan para ahli jiwa mungkin menamakannya halusinasi. Kalau kita dapat berasumsi bahwa memang itu yang terjadi, maka masalahnya sudah terpecahkan. Tetapi ada banyak fakta yang menentang penjelasan seperti itu.

    1. Kitab-kitab Injil sangat menekankan fakta bahwa kubur-Nya kosong dan bahwa baik teman maupun musuh tidak dapat memperlihatkan mayat Yesus. Tekanan itu harus dijelaskan. Orang-orang Yahudi dan Romawi tentu ingin menemukan mayat-Nya, karena hal itu akan menumpas berita Kristen untuk selama-lamanya, jadi dapat dipastikan, mereka tidak mengambilnya. Sebaliknya, para murid bersedia mempertaruhkan hidup mereka karena Yesus hidup - dan secara psikologis tidak mungkin mereka melakukan hal itu kalau mereka sendiri mengambil mayat-Nya dan menguburkan-Nya di tempat lain.
    2. Pengalaman pribadi seperti yang dialami Petrus dan Yakobus memang dapat dianggap sebagai sesuatu yang subjektif, dan penampakan Yesus kepada lima ratus orang mungkin kedengaran seperti halusinasi massal. Namun pertemuan seperti yang terjadi di jalan ke Emaus - menunjukkan ciri-ciri kisah asli. Pertemuan dua orang murid dengan Yesus tidak diwarnai emosi yang meluap-luap dan mereka mengenali Dia secara bertahap. Selain itu, beberapa keterangan untuk diperhatikan dalam kitab-kitab Injil: tubuh Yesus yang bangkit dapat dipegang; Yesus yang bangkit makan bersama murid-murid-Nya; dan Dia mengembusi mereka. Semua ini menunjukkan keyakinan para murid bahwa mereka berhadapan dengan Yesus yang mempunyai tubuh nyata, bukan cuma suatu penglihatan.
    3. Paulus pernah beberapa kali mendapat penglihatan yang bersifat ekstase (1Kor. 14:18). Tetapi menurut Paulus pengalamannya di jalan ke Damsyik lain sama sekali (1Kor. 12:1-4). Pengalaman itu sangat istimewa dan hanya dapat dibandingkan dengan penampakan Yesus yang bangkit kepada murid-Nya yang lain. Pertemuan dengan Yesus yang bangkit rupanya menjadi pengalaman unik. Memang tidak seluruhnya subjektif seperti mimpi, dan tidak seluruhnya objektif seperti fakta yang diamati oleh para ahli. Pertemuan itu mempunyai sisi subjektif dan objektif.

  3. Karangan Teologis
  4. Apakah "fakta kebangkitan" merupakan karangan teologis? Ada yang berpendapat "iman kebangkitan" muncul karena para murid memerlukan suatu alasan teologis untuk keyakinan mereka. Karena mereka percaya bahwa Yesus adalah Mesias yang diutus Allah, maka wajarlah orang yang menyatakan diri-Nya sebagai Mesias itu bangkit dari antara orang mati. Tetapi penjelasan ini pun tidak dapat diterima. Ada beberapa alasan untuk keberatan ini.

    Pertama, kita tidak mempunyai bahan dari sumber mana pun yang menyebutkan bahwa Sang Mesias diharapkan bangkit dari antara orang mati. Orang-orang Yahudi justru berharap Mesias akan membunuh orang- orang lain! Kalau Ia menderita dan malahan mati, maka Ia bukanlah Mesias yang ingin dikenal oleh kebanyakan orang Yahudi.

    Kedua, Perjanjian Lama menunjukkan sikap yang sangat negatif terhadap gagasan kebangkitan, dan banyak orang Yahudi menganggap hal itu tidak mungkin. Para murid sendiri kelihatannya tidak mengerti hal itu semasa pelayanan Yesus (Mrk. 9:9-10).

    Ketiga, sulit untuk memahami bagaimana gagasan kebangkitan dapat timbul dari penafsiran pengharapan-pengharapan Perjanjian Lama, sebab kisah-kisah kebangkitan sama sekali tidak ada dalam kutipan-kutipan Perjanjian Lama. Dalam hal ini terdapat perbedaan besar dengan kisah- kisah penyaliban, yang penuh dengan kutipan-kutipan seperti itu.

    Masih banyak saran aneh yang lain dikemukakan dari waktu ke waktu untuk berusaha menjelaskan "fakta kebangkitan". Tetapi seluruh bahan bukti yang besar jumlahnya itu menunjukkan bahwa "fakta kebangkitan" merupakan peristiwa historis yang benar-benar terjadi. Walaupun hal itu sulit dijelaksan secara ilmiah, tidak ada hipotesis lain yang lebih sesuai dengan seluruh bahan bukti yang ada.

MAKNA KEBANGKITAN

Kalau kita berusaha menjelaskan "fakta kebangkitan" secara ilmiah, berarti membicarakan sesuatu yang di luar pola pemikiran para murid yang pertama. Tentulah para murid sendiri tidak merasa perlu mempelajari bahan bukti tentang "fakta kebangkitan". Mereka tahu, kebangkitan itu merupakan fakta nyata oleh karena pengalaman mereka sendiri. Mereka bertemu dengan Yesus yang bangkit dan melihat bukti kubur yang kosong. Jadi tidak digumbarkan bagi kita dalam tulisan mana pun bagaimana sebenarnya kebangkitan itu berlangsung. Beberapa orang Kristen pada abad ke-2 M menganggap hal ini sebagai sesuatu yang kurang dalam Perjanjian Baru. Para penulis Perjanjian Baru seharusnya menceritakan kisah menarik tentang bagaimana rupa tubuh Yesus, bagaimana Ia keluar darii kubur dan bagaimana peristiwa itu mempengaruhi orang-orang yang menyaksikannya.

Tetapi bagi saksi-saksi pertama, rincian seperti itu bukanlah fokus perhatian utama. Bagi mereka, kebangkitan bukan hanya penutup yang menggembirakan dari kisah Yesus. Kebangkitan merupakan puncak yang wajar dari seluruh kehidupan-Nya dan membenarkan apa yang dikatakan- Nya tentang diri-Nya sendiri selama masa pelayanan-Nya. Peristiwa itu juga merupakan jaminan bahwa kehidupan dan ajaran Yesus bukanlah hanya suatu bagian menarik dalam sejarah pemikiran manusia, melainkan merupakan jalan bagi manusia untuk mengenal Allah. Itu sebabnya fakta tentang kebangkitan Yesus menjadi bagian sentral pemberitaan para murid yang disampaikan di seluruh dunia pada waktu itu.

Tetapi mengapa hal itu begitu penting? Mengapa Paulus menyatakan, tanpa kebangkitan Yesus seluruh pemberitaan Kristen itu sia-sia saja?

Pertanyaan ini sebaiknya dijawab dengan merumuskannya secara lain. Daripada bertanya apa ruginya kalau dapat dibuktikan kebangkitan itu tidak benar, kita harus bertanya apa pengaruh positif kebangkitan Yesus dalam kepercayaan orang-orang Kristen yang pertama. Kalau kita mengajukan pertanyaan ini, kita menemukan tiga hal yang dikemukakan tentang makna kebangkitan dalam Perjanjian Baru.

Pertama, melalui kebangkitan, pernyataan Yesus tentang diri-Nya sebagai Anak Allah terbukti benar. Petrus berkata pada hari Pentakosta bahwa kebangkitan merupakan bukti jelas, "Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus" (Kis. 2:36). Paulus menulis kepada jemaat di Roma bahwa Yesus "dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati . . . adalah Anak Allah yang berkuasa" (Rm. 1:4). Walaupun Yesus tanpa dosa, walaupun Dia menunjukkan wibawa-Nya dalam pengajaran dan perbuatan-Nya, walaupun Dia melakukan mujizat-mujizat-Nya, serta secara gamblang menyatakan peran utama dalam rencana Allah, kalau bukan karena kebangkitan-Nya, Ia hanya akan dianggap sebagai tokoh yang besar dan baik. Tetapi setelah Ia bangkit dari kubur, pengikut-pengikut-Nya tahu dengan pasti bahwa apa yang dikatakan-Nya tentang diri-Nya memang benar. Mereka sekarang dapat melihat dan menghargai seluruh kehidupan-Nya di bumi dengan cara yang baru dan lebih lengkap, sebagai kehidupan Allah sendiri yang hidup di antara manusia.

Kedua, kebangkitan lebih dari sekadar pengertian baru tentang Yesus yang disalibkan. Di seluruh Perjanjian Baru ditekankan, teristimewa oleh Paulus, bahwa kebangkitan Yesus - sama seperti kematian-Nya - merupakan bagian yang tak terpisahkan dari karya Allah dalam membentuk umat baru.

Orang Kristen mula-mula hidup seperti kebanyakan orang pada umumnya dan mereka tidak bercita-cita menjadi teolog. Apa yang mereka kehendaki adalah sesuatu yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Mereka mendambakan hubungan pribadi dengan Allah yang akan mengubah seluruh keberadaan mereka. Mereka ingin didamaikan dengan Allah dan dilepaskan dari sikap mementingkan diri sendiri agar mereka dapat hidup lebih baik. Mereka menyadari, mereka tidak dapat mencapainya dengan mengikuti peraturan-peraturan agama atau melalui usaha-usaha sendiri. Satu-satunya hal yang dapat benar-benar mengubah kepribadian manusia adalah pusat baru dan kuasa hidup yang baru.

Paulus menemukan kuasa hidup baru ini di dalam Yesus yang telah bangkit dari antara orang mati, hidup di dalam dunia nyata, dan hidup dalam kehidupan Paulus sendiri. Kenyataan ini begitu mencolok dalam kehidupannya sehari-hari sehingga Paulus dapat berkata, "Bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku" (Gal. 2:20). Ucapan Paulus itu berarti bahwa: Yesus hidup dalam dirinya, sehingga seluk-beluk kehidupannya diatur oleh Tuhannya yang hidup.

Untuk mengungkapkan apa yang dimaksudkannya, Paulus memakai kiasan. Ia membandingkan baptisan orang Kristen dengan kematian serta kebangkitan Yesus. Ia mengatakan, sebagaimana orang Kristen diliputi air pada waktu baptisan dan kemudian keluar dari air, begitulah juga yang harus terjadi terhadap diri mereka secara batiniah dan rohani. Dicelup dalam air adalah seperti dikuburkan (sebagaimana yang terjadi pada Yesus); keluar dari air adalah seperti bangkit kembali. Yang Paulus maksudkan dialah seseorang yang menjadi Kristen mula-mula harus bersedia "mati", agar terlepas dari keberadaannya yang lama yang mementingkan diri sendiri. Kemudian mereka dapat "dibangkitkan" kembali dan menerima keberadaan yang baru, hidup Yesus Kristus sendiri yang hidup dalam diri mereka (Rm. 6:1-11).

Jadi kebangkitan Yesus sangat penting. Seandainya Yesus hanya mati di atas kayu salib, apa yang dikatakan para teolog tentang Dia bisa saja benar. Misalnya saja, Ia dapat mati sebagai hukuman dosa, atau untuk membayar tebusan bagi kebebasan kita. Tetapi, penderitaan-Nya tidak akan mempunyai kuasa untuk mengubah hidup kita. Paulus sangat yakin tanpa kebangkitan, salib tidak akan lebih daripada sekadar satu pokok diskusi teologis yang menarik. Kebangkitan-Nya tidak akan membawa manfaat yang langgeng dalam kehidupan orang biasa. Tetapi oleh sebab kebangkitan, Paulus menemukan hidup yang baru: "Bagiku hidup adalah Kristus" (Flp. 1:21). Ia yakin, hal itu akan menjadi pengalaman setiap orang yang menjadi Kristen: Yesus Kristus benar-benar hidup di dalam orang-orang yang menyerahkan diri mereka kepada-Nya.

Ketiga, kebangkitan Yesus mempunyai implikasi bagi setiap orang yang sudah memiliki hidup Kristus di dalam dirinya. Yesus mengajarkan bahwa pengikut-pengikut-Nya akan menerima "hidup kekal" (Yoh. 3:15; 4:14; 17:3). "Hidup kekal" ini meliputi dua hal. Di satu pihak istilah tersebut berarti orang Kristen menikmati hidup baru, yakni hidup dari Allah. Demikian juga Paulus menulis tentang pengalaman hidupnya sebagai pengalaman dengan Kristus yang hidup di dalam dirinya sendiri.

Tetapi memiliki hidup baru dari Allah tidak hanya berarti orang-orang Kristen mempunyai suatu dinamika baru bagi kehidupan di dunia ini. Itu juga berarti orang-orang Kristen memiliki hidup yang abadi. Ajaran Yesus ini ditekankan oleh Paulus waktu ia menulis bahwa Yesus yang bangkit itu adalah "yang sulung dari orang-orang yang telah meninggap" (1Kor. 15:20). Maksudnya, kebangkitan Yesus adalah jaminan dan janji kepada pengikut-pengikut-Nya mengenai hidup abadi setelah kematian. Orang yang mengambil bagian dalam penderitaan dan kebangkitan Kristus secara rohani, diberi jaminan akan kehidupan setelah kematian yang dikuasai oleh kehadiran Allah, sama seperti dalam hidup mereka saat ini juga. Tetapi hidup itu juga sama sekali berbeda dan baru, sebab orang Kristen berharap akan mengambil bagian dalam realitas hidup yang sekarang dimiliki Yesus. Dalam kehidupan itu maut dan dosa dikalahkan untuk selama-lamanya dan diganti dengan kemenangan yang diberikan Allah "oleh Yesus Kristus, Tuhan kita" (1Kor. 15:57).

Taxonomy upgrade extras: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA